SELAMAT DATANG !

Sabtu, 23 Januari 2010

Air Terjun Madakaripura


Pada edisi kali ini saya akan menjelaskan tentang objek wisata "Air Terjun Madakaripura". Sebelum saya mengulas secara detail tentang Air Terjun Madakaripura, ada yang tahu nggak dimana letaknya Air Terjun Madakaripura atau nama lainnya Madakaripura Waterfall ? Saya yakin kalau anda banyak tidak tahunya daripada tahunya dimana letak Air Terjun Madakaripura. Oke, langsung saja nih saya jelaskan apa itu Air Terjun Madakaripura dan dimana letaknya.
Lokasinya terletak di Kecamatan Lumbang, Kabupaten Probolinggo, tidak jauh dari lautan pasir Bromo, hanya sekitar 45 menit ke arah Utara. Menurut penduduk setempat nama ini diambil dari cerita pada jaman dahulu, konon Patih Gajah Mada menghabiskan akhir hayatnya dengan bersemedi di air tejun ini. Cerita ini didukung dengan adanya arca Gajah Mada di tempat parkir area tersebut.
Untuk mencapai tempat wisata ini tidak terlalu sulit. Sebaiknya kunjungan dilakukan bila kita akan ke Bromo dari arah Probolinggo dikarenakan searah dengan perjalanan atau saat berada di Bromo dan dilakukan pagi hari. Lokasi bisa dicapai dengan kendaraan pribadi atau mobil sewaan (dari Probolinggo menyewa Panther Rp 150.000,- pp + supir, 12/2003). Jika kita datang dari arah Probolinggo maka sesampai di Desa Sukapura kita belok kanan., kita akan melewati jalan aspal dengan suguhan pemandangan pada bagaian kiri-kanan berupa gunung tinggi yang menyegarkan mata. Kurang lebih setelah sekitar 5 km melakukan perjalanan, kita akan bertemu dengan pintu masuk kawasan wisata air terjun Madakaripura yang ditandai dengan tempat parkir yang luas dan patung Gajah Mada. Disini, banyak penduduk lokal yang menawarkan diri menjadi 'guide' yang akan menemani sambil menceritakan sejarah objek wisata tersebut hingga kita balik lagi ke tempat parkir.
Selanjutnya kita harus berjalan kira-kira 15 menit, melewati jalan setapak terbuat dari semen yang berbatu sehingga kalau basah tidak akan licin. Saat berjalan kaki ini kita juga disuguhi pemandangan indah dan menyejukkan, di samping kanan kita ada aliran sungai berbatu-batu, di kanan kiri kita diapit tebing tinggi dengan pepohonan lebat beserta iringan kicauan burung dan derikan kumbang. Terkadang di beberapa bagian jalan, terhalang oleh pohon rubuh atau ada bekas longsoran, meskipun demikian jalan ini relatif datar dan dapat dijalani dengan mudah, kalau kecapekan ada beberapa tempat di sepanjang jalan yang bisa digunakan untuk duduk-duduk beristirahat.
Saat tiba di lokasi air terjun kita akan bertemu dengan warung kecil, pos penjaga dan toilet (bisa ganti baju), disitu terdapat pula penyewaan payung bila kita tidak ingin terlalu basah kuyup. Air terjun ini berawal dari air yang mengalir dari tebing memanjang dan membentuk tirai, sehingga kita bisa berpayung ria berjalan di bawahnya. Di ujungnya, kita akan bertemu dengan sebuah ruangan berbentuk lingkaran berdiameter kira-kira 25 meter.
Berdiri di dalam ruangan alam ini kita akan merasa seolah berada di dasar sebuah tabung, dimana terdapat air terjun dengan ketinggian sekitar 200 meter, dengan limpahan air yang jatuh dengan derasnya dari atas dan berubah menjadi selembut kapas ke kolam berwarna kehijauan. Air yang jatuh di kolam ini menimbulkan bunyi yang berirama, terkadang bunyi yang ditimbulkannya lebih keras dikarenakan air yang jatuh lebih deras. Keunikan dan kesejukan air terjun ini membuat kita betah berlama-lama memandanginya.
Bagaimana, kalian sudah mengerti tidak apa itu Air Terjun Madakaripura dan lokasinya ? Saya yakin anda sudah cukup paham sekarang letak dan sejarah Air Terjun Madakaripura. Akhir kata, "Sampai Jumpa Kembali !!!!"


Minggu, 03 Januari 2010

Benang Ruwet

Pada suatu hari, Mbok Cemplon mendatangi rumah Pak Salim. Tidak seperti biasanya, wajah wanita itu tampak masam.

Pak Salim : “Oh Mbok Cemplon … ada apa, kok kelihatannya penting sekali ?”(tanya Pak

Salim dengan santai)

Mbok Cemplon : “Langsung saja ya ! Aku kesini itu mau menagih utangmu kepadaku. Ayo ma-

na ? Aku butuh banget sekarang !” (dengan nada tinggi).

Pak Salim : “Ahh …. Mbok cemplon ini bagaimana toh. Kok jadi bingung kayak gitu. Lha

saya saja yang punya utang sama sampeyan tidak bingung, kok !” (jawabnya

dengan santai).

Mbok Cemplon : “(Mbok Cemplon semakin panas mendengarnya) Pokoknya, aku nggak mau

tahu. Kamu harus membayar hutangmu 100 ribu rupiah sekarang juga !”.

Pak Salim : “Ya pasti aku bayarlah. Memangnya enak punya hutang ? Tapi, masalahnya

uangku yang kusiapkan untuk membayar hutangku itu, sekarang masih

dipinjam Pak RT. Nah janjinya, dia mau mengembalikannya sekarang, tapi su-

dah lebih dua jam, Pak RT nggak nongol-nongol juga !”.

Mbok Cemplon : “Bagaimana kalau sekarang, kita ke rumah Pak RT ?” (ajak Mbok Cemplon).

Pak Salim : “Aha, boleh juga, aku juga nggak sabar menunggunya datang !”.

Ida : “Pak RTnya tidak ada di rumah. Katanya, dia mau ke rumahnya Pak Brengos !”

(kata keponakan Pak RT).

Pak Salim : “Waduh, gawat !!! bisa-bisa aku dihajar Mbok Cemplon !” (pikirnya dalam hati

).

Mbok Cemplon : “Kau jangan mempermainkan aku ….. ,” (dengan kerasnya).

Pak Salim : “Kita harus menyusul Pak RT ke rumah Pak Brengos !”

Mbok Cemplon : “Kau saja yang kesana. Aku tunggu kau di rumahku,” (katanya sambil berlalu).

Pak Salim lalu melanjutkan perjalanannya ke rumah Pak Brengos. Di sana, ia melihat Pak RT sedang ngobrol di serambi bersama Pak Brengos. Pak Salim jengkel juga melihatnya.

Pak Salim : “Aha, orang yang dicari-cari akhirnya ketemu juga. Ayoh, bayar hutang segera

!, (hardik Pak Salim tanpa malu-malu) Ayoh, jangan cari alasan lagi, … tidak

Ada alasan pokoknya ! Bayar utangmu 100 ribu rupiah sekarang !” (kata Pak

Salim sekali lagi).

Pak RT : “Tenang Lim … tenang ! Masalahnya aku kesini juga dalam rangka menagih

Hutang,” (jawab Pak RT).

Pak Salim : “Nagih hutang ? Lha wong kamu yang punya hutang, kok malah nagih hutang

? Aku yang sebenarnya menagih hutangmu, 100 ribu ! Ayo bayar sekarang !”

(kata Pak Salim dengan nada tinggi).

Pak RT : “Itulah, …. aku akan membayar hutangku padamu. Tapi masalahnya uangku

sampai sekarang masih dipinjam Si Brengos ini. Dan, dia masih bingung juga

cari uang,” (jelas Pak RT).

Pak Salim : “(Pak Salim lalu mendekati Pak Brengos, sambil berkacak pinggang) Jadi ka-

mu ini penyebabnya, ayoh bayar dulu ke Pak RT … !”.

Pak Brengos panas dingin juga. Ia diam beberapa saat, sambil menghela nafas panjang. Sejurus kemudian, lelaki berkumis tebal itu mulai berkata-kata.

Pak Brengos : “Aku tahu, kalian saat ini sedang bingung. Tapi … asal kalian tahu, tak ha-

nya kalian yang bingung, soal hutang yang tak kunjung dibayar. Akupun sam-

pai sekarang masih punya tagihan, yang belum dibayar juga oleh Kapri dan

Narto’, mereka juga janjinya mau mengembalikannya sekarang !”.

Pak RT : “Bagaimana kalu kita ke rumah mereka saja, kan mereka satu saudara !”.

Pak Brengos dan Pak Salim : “Setuju !” (dengan serentaknya).

Lalu, ketiga orang tersebut mulai beranjak pergi ke rumah dua bocah tersebut. Angin berhembus sangat kencang disertai dengan panas terik matahari, membuat laju mereka semakin lambat, tetapi semua itu mereka lawan demi mendapatkan uang tagihan yang berturut-turut sampai tujuh turunan tersebut.

Jul : “Sol sepatu ….. sol sepatu ….. sol sepatu ….. !!”(dengan penuh semangat).

Narto’ : “Lha, itu anaknya. Jul … Jul … Jul … !” (dengan kerasnya).

Jul : “Lho, kenapa kamu dari dulu tidak bilang aku kalau kamu jual boneka mirip

aku ?”.

Narto’ : “Ngawur aja kamu , aku itu barusan bukan jual boneka mirip kamu, malahan

aku itu ingin memanggil kamu untuk menagih hutangmu pada kami !”.

Kapri : “Betul itu !”.

Jul : “Walah-walah, aku minta ma’af yang sebesar-besarnya,”.

Pak Salim, Pak Brengos, Pak RT : “Assalamu’alaikum,” (dengan serentak).

Narto’, Kapri : “Walaikumsalam,”.

Pak Brengos : “To’, Pri, mana hutang kalian yang katanya akan dikembalikan sekarang,”

(dengan nada tinggi).

Kapri : “Maka dari itu, saat ini aku memanggil Jul, karena uang yang kusiapkan untuk

Membayar hutang itu, masih dipinjam Jul !”.

Pak Brengos : “Oooh … ! Jadi selama ini penyebabnya adalah Jul toh !! Nah sekarang, ayoh

Bayar hutangmu ke Narto’ dan Kapri, agar masalah hutang piutang ini bisa

segera terselesaikan.”

Jul : “Warga-warga semua yang saya hormati. Sekali lagi saya minta ma’af atas

semua masalah ini. Kalau begitu, mari ikut saya, (sambil mengajak semua

warga).

Pak Salim : “Lha, ini kan rumahnya Mbok Cemplon ?” (tanya Pak Salim lugu).

Jul : “Ya benar sekali,” (jawabnya singkat).

Mbok Cemplon Kaget juga melihat Jul datang bersama Pak Salim, Pak RT, Narto, Pak Brengos, Narto’, dan Kapri.

Jul : “Langsung saja Mbok Cemplon, segera bayar hutangmua 100 ribu sekarang.

Saya sudah tak dapat menunggu lagi, si Narto’ dan Kapri ini menagihku terus.

Ayo bayar sekarang !”.

Mbok Cemplon : “Sebenarnya aku sudah menyiapkan uang 100 ribu itu. Tapi .. uang itu di-

pinjam Si Salim. Sampai sekarang ia belum juga mengembalikannya !”

(jawabnya dengan lirih).

Pak Brengos : “Alamaak, … bagaimana ceritanya ini ! Kok jadi ruwet begini ?” (sambil me-

megang kepalanya).

Mbok Cemplon : “Ayo, Lim bayar hutangmu ! Itu uang Jul !” (mengarah ke Pak Salim).

Pak Salim : “Ayo, Pak RT, itu uang Mbok Cemplon !” (mengarah ke Pak RT).

Pak RT : “Bagaimana Pak Brengos, itu uang Pak Salim !” (mengarah ke Pak Brengos).

Pak Brengos : “ Ayo, To’, Pri, bayar hutangmu, itu uang Pak RT !” (mengarah ke Narto’ dan

Kapri).

Kapri : “Bagaimana Jul hutangnya ?” (mengarah ke Jul).

Jul : “Bagaimana Mbok Cemplon hutangya ?” (mengarah ke Mbok Cemplon).

Wah, wah, wahhhh, bagaimana ini urusannya, kok jadi benang ruwet begini ? Terus duitnya lari ke mana ? Siapa yang mau bayar ? Lha jadi bingung khan. Begitulah ……………… harap maklum !.

TAMAT

Kirangan

Pada suatu hari, hiduplah seorang manusia, eh keliru, yang benar begini, suatu ketika tepatnya di siang hari, ada seseorang yang sedang kebingungan mencari tempat teduh karena kepanasan, beliau bernama Pak Salim. Sebenarnya beliau hendak pulang kerumahnya setelah liburan ke Jogja, tetapi berhubung saat itu hari begitu panas, beliau akhirnya mampir sebentar ke tempat teduh.

Pak Salim : “Panasnya rek….rek !”, (sambil berjalan menuju tempat teduh).

Tukang Ojek : “Ojek, pak ?”.

Pak Salim : “Ohh, nama saya Salim bukan Ojek !”, (jawabnya dengan lugas).

Tukang Ojek : “(sambil tersenyum kecut) Ehm, maksud saya, apakah bapak mau naik ojek ?”.

Pak Salim : “Ah, bolehlah …. antar saya ya ?”.

Tukang Ojek : (mengambil sepeda motor kesayangannya).

Pak Salim : “(pandangannya terus berkeliling, mengamati setiap sudut kota) Wah, hebat ya ..

hotelnya besar dan bagus sekali ! cck … cck … !” (sambil terkagum-kagum meng-

amati hotel tersebut), “Siapa yang punya hotel sebagus itu ?”.

Tukang Ojek : “Kirangan,” (jawabnya singkat), “Wah, maaf Pak, bensinnya habis, kita ke pompa

Bensin dulu, sebentar !”.

Pak Salim : “Wah … yang punya pompa bensin ini pasti untung besar. Lihat, orang-orang rela

antri berjam-jam ! cck … cck … !, kamu tahu siapa pemilik pompa bensin

ini ? ”.

Tukang Ojek : “Kirangan, Pak,” (jawabnya singkat).

Pak Salim : “Hebat,” (tiba-tiba jalanan menjadi macet) “Ada apa mas ?”.

Tukang Ojek : “Sekarang ini pembukaan mall baru, katanya sih supermarketnya mewah dan

lengkap sekali !”(terang tukang ojek).

Pak Salim : “Pemilik supermarket itu pasti kaya raya. Kamu juga tahu siapa pemilik super-

market itu ?”.

Tukang Ojek : “Kirangan,”.

Pak Salim : “Benar-benar kaya !”.

Tiba-tiba, mereka melihat iring-iringan pengantar jenazah. Jalanan macet. Pak Salim jemu juga.

Pak Salim : “Siapa sih yang meninggal ?”.

Tukang Ojek : “Kirangan, Pak !”.

Pak Salim : “H-hhaah … ! Orang kaya yang baru saja kita bicarakan meninggal dunia !”

(sontak kaget sambil menggelengkan kepala) “Ah, kasihan sekali nasib Pak

Kirangan ini, …. meski kaya raya ternyata umurnya pendek juga !! Kasihan ya !!”

Pak Salim tak hentinya memikirkan nasib Pak Kirangan. Kota ini sepatutnya berduka, orang terpandang di sini telah meninggal dunia, pikir Pak Salim. Tak lama kemudian, akhirnya sampai juga Pak Salim di rumahnya. Lelaki lugu itu langsung melompat tergopoh-gopoh. Orang-orang kaget juga mendengarnya.

Pak Salim : “Tak tahukah kalian, orang terkaya di kota ini meninggal dunia !!”.

Jul : “Siapa yang Pak Salim maksudkan ?” (sambil membawa alat sol sepatu).

Pak Salim : “Kirangan, … Kirangan sudah meninggal dunia ! aku tadi sempat mengikuti

iring-iringan jenazahnya ! Aku tak bohong, coba kalian tanyakan pada Tukang

Ojek ini !” (terang Pak Salim berapi-api).

Tukang Ojek itu mengangkat bahunya. Ia lalu menceritakan pengalaman perjalanannya bersama Pak Salim.

“ Wahaha …. ha .. ha.. ha!” (semua orang tertawa terbahak-bahak)

Narto’ : “Pak Salim, ….. Pak Salim salah mengerti ! Ha … ha … ha, Kirangan itu bukan na-

ma orang. Kirangan itu dari Bahasa Jawa Santun yang artinya tidak tahu !!” (sambil

tertawa).

Pak Salim : “Alamaaa…k” (sambil tersipu malu).

Jadi, sebenarnya Tukang Ojek itu selalu menjawab tidak tahu, pada setiap pertanyaan Pak Salim. Hanya Pak Salim saja yang tak mengerti.

TAMAT