Sabtu, 23 Januari 2010
Air Terjun Madakaripura
Minggu, 03 Januari 2010
Benang Ruwet
Pada suatu hari, Mbok Cemplon mendatangi rumah Pak Salim. Tidak seperti biasanya, wajah wanita itu tampak masam.
Pak Salim : “Oh Mbok Cemplon … ada apa, kok kelihatannya penting sekali ?”(tanya Pak
Salim dengan santai)
Mbok Cemplon : “Langsung saja ya ! Aku kesini itu mau menagih utangmu kepadaku. Ayo ma-
na ? Aku butuh banget sekarang !” (dengan nada tinggi).
Pak Salim : “Ahh …. Mbok cemplon ini bagaimana toh. Kok jadi bingung kayak gitu. Lha
saya saja yang punya utang sama sampeyan tidak bingung, kok !” (jawabnya
dengan santai).
Mbok Cemplon : “(Mbok Cemplon semakin panas mendengarnya) Pokoknya, aku nggak mau
tahu. Kamu harus membayar hutangmu 100 ribu rupiah sekarang juga !”.
Pak Salim : “Ya pasti aku bayarlah. Memangnya enak punya hutang ? Tapi, masalahnya
uangku yang kusiapkan untuk membayar hutangku itu, sekarang masih
dipinjam Pak RT. Nah janjinya, dia mau mengembalikannya sekarang, tapi su-
dah lebih dua jam, Pak RT nggak nongol-nongol juga !”.
Mbok Cemplon : “Bagaimana kalau sekarang, kita ke rumah Pak RT ?” (ajak Mbok Cemplon).
Pak Salim : “Aha, boleh juga, aku juga nggak sabar menunggunya datang !”.
Ida : “Pak RTnya tidak ada di rumah. Katanya, dia mau ke rumahnya Pak Brengos !”
(kata keponakan Pak RT).
Pak Salim : “Waduh, gawat !!! bisa-bisa aku dihajar Mbok Cemplon !” (pikirnya dalam hati
).
Mbok Cemplon : “Kau jangan mempermainkan aku ….. ,” (dengan kerasnya).
Pak Salim : “Kita harus menyusul Pak RT ke rumah Pak Brengos !”
Mbok Cemplon : “Kau saja yang kesana. Aku tunggu kau di rumahku,” (katanya sambil berlalu).
Pak Salim lalu melanjutkan perjalanannya ke rumah Pak Brengos. Di sana, ia melihat Pak RT sedang ngobrol di serambi bersama Pak Brengos. Pak Salim jengkel juga melihatnya.
Pak Salim : “Aha, orang yang dicari-cari akhirnya ketemu juga. Ayoh, bayar hutang segera
!, (hardik Pak Salim tanpa malu-malu) Ayoh, jangan cari alasan lagi, … tidak
Ada alasan pokoknya ! Bayar utangmu 100 ribu rupiah sekarang !” (kata Pak
Salim sekali lagi).
Pak RT : “Tenang Lim … tenang ! Masalahnya aku kesini juga dalam rangka menagih
Hutang,” (jawab Pak RT).
Pak Salim : “Nagih hutang ? Lha wong kamu yang punya hutang, kok malah nagih hutang
? Aku yang sebenarnya menagih hutangmu, 100 ribu ! Ayo bayar sekarang !”
(kata Pak Salim dengan nada tinggi).
Pak RT : “Itulah, …. aku akan membayar hutangku padamu. Tapi masalahnya uangku
sampai sekarang masih dipinjam Si Brengos ini. Dan, dia masih bingung juga
cari uang,” (jelas Pak RT).
Pak Salim : “(Pak Salim lalu mendekati Pak Brengos, sambil berkacak pinggang) Jadi ka-
mu ini penyebabnya, ayoh bayar dulu ke Pak RT … !”.
Pak Brengos panas dingin juga. Ia diam beberapa saat, sambil menghela nafas panjang. Sejurus kemudian, lelaki berkumis tebal itu mulai berkata-kata.
Pak Brengos : “Aku tahu, kalian saat ini sedang bingung. Tapi … asal kalian tahu, tak ha-
nya kalian yang bingung, soal hutang yang tak kunjung dibayar. Akupun sam-
pai sekarang masih punya tagihan, yang belum dibayar juga oleh Kapri dan
Narto’, mereka juga janjinya mau mengembalikannya sekarang !”.
Pak RT : “Bagaimana kalu kita ke rumah mereka saja, kan mereka satu saudara !”.
Pak Brengos dan Pak Salim : “Setuju !” (dengan serentaknya).
Lalu, ketiga orang tersebut mulai beranjak pergi ke rumah dua bocah tersebut. Angin berhembus sangat kencang disertai dengan panas terik matahari, membuat laju mereka semakin lambat, tetapi semua itu mereka lawan demi mendapatkan uang tagihan yang berturut-turut sampai tujuh turunan tersebut.
Jul : “Sol sepatu ….. sol sepatu ….. sol sepatu ….. !!”(dengan penuh semangat).
Narto’ : “Lha, itu anaknya. Jul … Jul … Jul … !” (dengan kerasnya).
Jul : “Lho, kenapa kamu dari dulu tidak bilang aku kalau kamu jual boneka mirip
aku ?”.
Narto’ : “Ngawur aja kamu , aku itu barusan bukan jual boneka mirip kamu, malahan
aku itu ingin memanggil kamu untuk menagih hutangmu pada kami !”.
Kapri : “Betul itu !”.
Jul : “Walah-walah, aku minta ma’af yang sebesar-besarnya,”.
Pak Salim, Pak Brengos, Pak RT : “Assalamu’alaikum,” (dengan serentak).
Narto’, Kapri : “Walaikumsalam,”.
Pak Brengos : “To’, Pri, mana hutang kalian yang katanya akan dikembalikan sekarang,”
(dengan nada tinggi).
Kapri : “Maka dari itu, saat ini aku memanggil Jul, karena uang yang kusiapkan untuk
Membayar hutang itu, masih dipinjam Jul !”.
Pak Brengos : “Oooh … ! Jadi selama ini penyebabnya adalah Jul toh !! Nah sekarang, ayoh
Bayar hutangmu ke Narto’ dan Kapri, agar masalah hutang piutang ini bisa
segera terselesaikan.”
Jul : “Warga-warga semua yang saya hormati. Sekali lagi saya minta ma’af atas
semua masalah ini. Kalau begitu, mari ikut saya, (sambil mengajak semua
warga).
Pak Salim : “Lha, ini kan rumahnya Mbok Cemplon ?” (tanya Pak Salim lugu).
Jul : “Ya benar sekali,” (jawabnya singkat).
Mbok Cemplon Kaget juga melihat Jul datang bersama Pak Salim, Pak RT, Narto, Pak Brengos, Narto’, dan Kapri.
Jul : “Langsung saja Mbok Cemplon, segera bayar hutangmua 100 ribu sekarang.
Saya sudah tak dapat menunggu lagi, si Narto’ dan Kapri ini menagihku terus.
Ayo bayar sekarang !”.
Mbok Cemplon : “Sebenarnya aku sudah menyiapkan uang 100 ribu itu. Tapi .. uang itu di-
pinjam Si Salim. Sampai sekarang ia belum juga mengembalikannya !”
(jawabnya dengan lirih).
Pak Brengos : “Alamaak, … bagaimana ceritanya ini ! Kok jadi ruwet begini ?” (sambil me-
megang kepalanya).
Mbok Cemplon : “Ayo, Lim bayar hutangmu ! Itu uang Jul !” (mengarah ke Pak Salim).
Pak Salim : “Ayo, Pak RT, itu uang Mbok Cemplon !” (mengarah ke Pak RT).
Pak RT : “Bagaimana Pak Brengos, itu uang Pak Salim !” (mengarah ke Pak Brengos).
Pak Brengos : “ Ayo, To’, Pri, bayar hutangmu, itu uang Pak RT !” (mengarah ke Narto’ dan
Kapri).
Kapri : “Bagaimana Jul hutangnya ?” (mengarah ke Jul).
Jul : “Bagaimana Mbok Cemplon hutangya ?” (mengarah ke Mbok Cemplon).
Wah, wah, wahhhh, bagaimana ini urusannya, kok jadi benang ruwet begini ? Terus duitnya lari ke mana ? Siapa yang mau bayar ? Lha jadi bingung khan. Begitulah ……………… harap maklum !.
TAMAT
Kirangan
Pada suatu hari, hiduplah seorang manusia, eh keliru, yang benar begini, suatu ketika tepatnya di siang hari, ada seseorang yang sedang kebingungan mencari tempat teduh karena kepanasan, beliau bernama Pak Salim. Sebenarnya beliau hendak pulang kerumahnya setelah liburan ke Jogja, tetapi berhubung saat itu hari begitu panas, beliau akhirnya mampir sebentar ke tempat teduh.
Pak Salim : “Panasnya rek….rek !”, (sambil berjalan menuju tempat teduh).
Tukang Ojek : “Ojek, pak ?”.
Pak Salim : “Ohh, nama saya Salim bukan Ojek !”, (jawabnya dengan lugas).
Tukang Ojek : “(sambil tersenyum kecut) Ehm, maksud saya, apakah bapak mau naik ojek ?”.
Pak Salim : “Ah, bolehlah …. antar saya ya ?”.
Tukang Ojek : (mengambil sepeda motor kesayangannya).
Pak Salim : “(pandangannya terus berkeliling, mengamati setiap sudut kota) Wah, hebat ya ..
hotelnya besar dan bagus sekali ! cck … cck … !” (sambil terkagum-kagum meng-
amati hotel tersebut), “Siapa yang punya hotel sebagus itu ?”.
Tukang Ojek : “Kirangan,” (jawabnya singkat), “Wah, maaf Pak, bensinnya habis, kita ke pompa
Bensin dulu, sebentar !”.
Pak Salim : “Wah … yang punya pompa bensin ini pasti untung besar. Lihat, orang-orang rela
antri berjam-jam ! cck … cck … !, kamu tahu siapa pemilik pompa bensin
ini ? ”.
Tukang Ojek : “Kirangan, Pak,” (jawabnya singkat).
Pak Salim : “Hebat,” (tiba-tiba jalanan menjadi macet) “Ada apa mas ?”.
Tukang Ojek : “Sekarang ini pembukaan mall baru, katanya sih supermarketnya mewah dan
lengkap sekali !”(terang tukang ojek).
Pak Salim : “Pemilik supermarket itu pasti kaya raya. Kamu juga tahu siapa pemilik super-
market itu ?”.
Tukang Ojek : “Kirangan,”.
Pak Salim : “Benar-benar kaya !”.
Tiba-tiba, mereka melihat iring-iringan pengantar jenazah. Jalanan macet. Pak Salim jemu juga.
Pak Salim : “Siapa sih yang meninggal ?”.
Tukang Ojek : “Kirangan, Pak !”.
Pak Salim : “H-hhaah … ! Orang kaya yang baru saja kita bicarakan meninggal dunia !”
(sontak kaget sambil menggelengkan kepala) “Ah, kasihan sekali nasib Pak
Kirangan ini, …. meski kaya raya ternyata umurnya pendek juga !! Kasihan ya !!”
Pak Salim tak hentinya memikirkan nasib Pak Kirangan. Kota ini sepatutnya berduka, orang terpandang di sini telah meninggal dunia, pikir Pak Salim. Tak lama kemudian, akhirnya sampai juga Pak Salim di rumahnya. Lelaki lugu itu langsung melompat tergopoh-gopoh. Orang-orang kaget juga mendengarnya.
Pak Salim : “Tak tahukah kalian, orang terkaya di kota ini meninggal dunia !!”.
Jul : “Siapa yang Pak Salim maksudkan ?” (sambil membawa alat sol sepatu).
Pak Salim : “Kirangan, … Kirangan sudah meninggal dunia ! aku tadi sempat mengikuti
iring-iringan jenazahnya ! Aku tak bohong, coba kalian tanyakan pada Tukang
Ojek ini !” (terang Pak Salim berapi-api).
Tukang Ojek itu mengangkat bahunya. Ia lalu menceritakan pengalaman perjalanannya bersama Pak Salim.
“ Wahaha …. ha .. ha.. ha!” (semua orang tertawa terbahak-bahak)
Narto’ : “Pak Salim, ….. Pak Salim salah mengerti ! Ha … ha … ha, Kirangan itu bukan na-
ma orang. Kirangan itu dari Bahasa Jawa Santun yang artinya tidak tahu !!” (sambil
tertawa).
Pak Salim : “Alamaaa…k” (sambil tersipu malu).
Jadi, sebenarnya Tukang Ojek itu selalu menjawab tidak tahu, pada setiap pertanyaan Pak Salim. Hanya Pak Salim saja yang tak mengerti.
TAMAT